LEMBAR KERJA PRAKTIK FARMAKOGNOSI
I.
JUDUL PRAKTIKUM :
Pembuatan Simplia Kaempferiae Rhizoma
II.
TUJUAN PRAKTIKUM :
Siswa
Mampu Membuat Simplisia kaempferiae Rhizoma(kencur)
III.
PENDAHULUAN :
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Berbagai macam tumbuhan obat di Indonesia yang telah diteliti oleh
para ahli yang mana sampai sekarang tercantum pada buku-buku maupun artikel
obat tradisional. Tumbuhan obat atau yang biasa dikenal dengan obat herbal
adalah sediaan obat baik berupa obat tradisional, fitofarmaka dan farmasetika,
dapat berupa simplisia ( bahan segar atau yang dikeringkan ) ekstrak, kelompok
senyawa atau senyawa murni berasal dari alam, yang dimaksut dengan obat alami
adalah obat asal tanaman.
Indonesia sangat kaya akankekayaan alam yang melimpah,
mulai dari tanaman herbal sampai mineral tersimpat dalam bumi pertiwi.Dijaman
yang berkembang banyak Ilmuwan bahkan Mahasiswa dari berbagai universitas
berlomba-lomba untuk mengembangkan tanaman obat.
Sehingga
kekayaan alam di sekitar manusia sebenarnya sedemikian rupa sangat bermanfaat
dan belum sepenuhnya digali, dimanfaatkan, atau bahkan dikembangkan.Bangsa
Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai
salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan.Pengetahuan tentang
tanaman berkhasiat obat berdasar pada pengalaman dan ketrampilan yang secara
turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Penggunaan
bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek
moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada
daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan),
dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang Dalem dan relief candi
Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan
sebagai bahan bakunya.
WHO
merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk obat herbal dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama
untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker.Hal ini menunjukan
dukungan WHO untuk back to nature yang dalam hal yang lebih menguntungkan.Untuk
meningkatkan keselektifan pengobatan dan mengurangi pengaruh musim dan tempat
asal tanaman terhadap efek, serta lebih dalam memudahkan standarisasi bahan
obat maka zat aktif diekstraksi lalu dimurnikan sampai diperoleh zat murni.
Pengertian
obat tradisional berdasarkan Peraturan Menteri kesehatan Nomor
246/Menkes/Per/V/1990 Pasal 1 menyebutkan bahwa : Obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan galenik atau campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara traditional
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Menurut penelitian masa
kini, meskipun obat-obatan tradisional yang pengolahannya masih sederhana
(tradisional) dan digunakan secara turun-temurun berdasarkan resep nenek moyang
adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, memang bermanfaat bagi kesehatan
dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat,
baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak
digunakan karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkan efek
samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh.Beberapa perusahaan mengolah
obat-obatan tradisional yang dimodifikasi lebih lanjut.Bagian dari Obat
tradisional yang bisa dimanfaatkan adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan
bunga.Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar dalam bentuk kapsul,
serbuk, cair, simplisia dan tablet.
Khasiat
alamiah dan kemurnian obat-obatan tradisional seringkali “dinodai” oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab terutama produsen obat tradisional
yang hanya mencari keuntungan finansial saja tanpa memperhatikan kemurnian dan
resiko dari kandungan obat tradisional. Banyak dari para produsen dengan
sengaja mencampur kandungan herbal dari obat tradisional dengan obat modern
yang secara kimiawi jika dosisnya tidak tepat akan berbahaya.
Namun
kenyataannya masyarakat sekarang lebih percaya untuk mengkonsumsi obat kimia
dibandingkan tanaman obat.Penggunaaan tanaman obat dianggap kuno dan tidak
banyak memberikan hasil.Hal ini membuat potensi tanaman obat di Indonesia masih
belum banyak termanfaatkan.Baru beberapa tahun belakangan ini, ada
kecenderungan dunia untuk kembali ke alam atau “back to nature” membuat
masyarakat kembali kepada tanaman obat. Hal itu tidak terlepas dikarenakan
beberapa kelemahan obat kimia antara lain terdapat efek samping, resistensi
obat yang tinggi, terakumulasi di tubuh dan harganya pun mahal. Selain
kecenderungan “back to nature”, keadaan krisis ekonomi
berkepanjangan yang melanda Indonesia membuat biaya kesehatan semakin mahal.
Obat kimia sudah menjadi barang mewah bagi sebagian besar masyarakat sehingga
berbagai tanaman berkhasiat obat mulai di lirik kembali sebagai pengobatan
alternatif yang bisa diperoleh dari berbagai tanaman di sekeliling kita.Selama
ini, masyarakat hanya tahu menanam, namun tidak tahu menggunakannnya, selain
itu kalau ada keluarga mereka sakit lebih memilih kerumah sakit dan
menggunakan obat-obat kimia, padahal disekiling kita ada berbagai jenis tanaman
obat yang bisa dimanfaatkan. Halaman rumah tampak menghijau disesaki berbagai
jenis tanaman hias dan obat-obatan yang tertata rapi.
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka untuk mengupayakan back to nature, pada makalah ini
akan di uraikan mengenai manfaat dan khasiat obat herbal yang bisa di gunakan
tanpa harus membeli obat kimia dengan harga mahal dan menimbulkan efek samping
dalam penggunaannya. Obat herbal yang akan dibahas pada makalah ini adalah
“kencur”.
BAB II
ISI
2..1 Pengertian Simplisia
Simplisia
adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan
yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan
simplisia pelikan atau mineral.
2..2 Jenis
Simplisia
Simplisa dibagi menjadi
tiga, yaitu:
a.
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat
tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan
cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan
cara tertentu dipisahkan dari tanamannya.
b.
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa
hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan
belum berupa zat kimia murni.
c.
Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia
yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah
dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
2..3 Persyaratan Simplisia
Keseragaman
senyawa aktif dari simplisia harus terjamin
keamanan maupun kegunaannya sehingga harus
memenuhi persyaratan minimalantara lain:
a. Bahan
baku simplisia.
b. Proses
pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.
c. Cara
penepakan dan penyimpanan simplisia.
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang
ditetapkan, maka ketiga faktor tersebut haus memenuhi persyaratan minimalyang
ditetapkan.
2..4 Sumber Simplisia
Simplisia
dapat berasal dari:
a. Tanaman utuh, bagian tanaman / eksudat
tanaman.
b. Hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan.
c. Bahan pelikan atau mineral yang belum
diolah atau telah diolah dengan cara sederhana
2..5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia
a. Bahan baku simplisia.
b. Proses pembuatan simplisia termasuk cara
penyimpanan bahan baku simplisia.
c. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia.
IV. LITERATURE :
a.
Buku
Farmakognosi EGC Vol 1 hal 33
b.
Farmakognosi
Bambang Sutrisno hal 53
c.
.MMI Jilid IV
hal 55
d.
www. Ilmu
kita.com judul Pembuatan Simplisia
e.
https://s1farmasi.blogspot.co.id/2014/05/kalender-akademik-20132014-program.html?m=1MMI
V. SISTEMATIKA TANAMAN :
Kaempferiae
Rhizoma
Nama lain :
Kencur
Tanaman asal : Kaempferia galanga L
Keluarga :
Zingiberaceae
Zat berkhasiat utama/isi : Alkaloida,minyak
atsiri(yang mengandung sineol,dan
kamferin),mineral,dan pati
Penggunaan :ekspektoransia,diaforetika,karminativa,stimulansia,dan
roboransia
Pemerian :
Bau khas aromatik,rasa pedas,hangat ,agak pahit,dan akhirnya
menimbulkan
rasapedas
Bagian yang digunakan : Akar tinggal
Penyimpanan :
Dalam wadah tertutup baik
Keterangan tambahan : -
Waktu panen :
Pada umur 1 tahun
VI. CARA
PEMBUATAN
Cara pembuatan simplisia secara umum
a. Bahan Baku
Tanaman
obat yang menjadi sumber simplisia nabati, merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat
berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah
tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman
yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman
pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya
adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman simplisia
dapat di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara
kecil-kecilan berupa tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga. Tanaman
Obat Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang sengaja digunakan untuk
menanam tumbuhan obat.
b. Dasar Pembuatan Simplisia
Ø Simplisia dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat,
tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama
akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan
dengan suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan
senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang memerlukan
perajangan perlu diatur panjang perajangannya, sehingga diperoleh tebal irisan
yang pada pengeringan tidak mengalami kerusakan.
Ø Simplisia dibuat dengan fermentasi
Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak
berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.
Ø Simplisia dibuat dengan proses khusus
Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati,
penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada
prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan
persyaratan.
Ø Simplisia pada proses pembuatan memerlukan
air
Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang
digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam berat
dan lain-lain.
c. Tahapan Pembuatan Simplisia
Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :
1. Pengumpulan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam
suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada :
o
Bagian
tanaman yang digunakan.
o
Umur
tanaman yang digunakan.
o
Waktu
panen
o
Lingkungan
tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di
dalam bagian tanaman
yang akan dipanen. Waktu panen yang
tepat pada saat bagian
tanaman tersebut mengandung
senyawa aktif dalam jumlah yang
terbesar.
Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam bagian tanaman
atau tanaman pada umur tertentu. Sebagai contoh pada tanaman
Atropa belladonna, alkaloid hiosiamina
mula-mula terbentuk dalam
akar. Dalam tahun pertama,
pembentukan hiosiamina berpindah
pada batang yang masih
hijau. Pada tahun kedua batang mulai
berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun sedang pada daun kadar hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid hios'amina
tertinggi dicapai I dalam pucuk
tanaman pada saat tanai an
berbunga dan kadar alkaloid menurun pada saat
tanaman berbualz dan
niakin turun ketika buah
makin tua. Contoh lain,
tanaman Menthapiperita muda mengandung
mentol banyak dalanl daunnya. Kadar rninyak
atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman ini dicapai
pada saat tanaman
tepat akan berbunga.
Pada Cinnamornunz camphors, kamfer akan terkumpul dalam kayu tanaman yang
telah tua. Penentuan bagian
tanaman yang dikumpulkan dan waktu
pengumpulan secara tepat
memerlukan penelitian. Di
samping waktu panen yang dikaitkan dengan
umur, perlu diperhatikan pula
saat panen dalam sehari. Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih
baik dipanen pada pagi
hari. Dengan demikian untuk
menentukan waktu panen
dalam sehari perlu dipertimbangkan
stabilitas kimiawi dan fisik
senyawa aktif dalam
simplisia terhadap panas sinar
matahari.
2. Panen
o
Tanaman yang
pada saat panen
diambil bijinya yang telah tua seperti
kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan
biji ditandai dengan telah mengeringnya buah.
Sering pula pemetikan dilakukan sebelum kering benar, yaitu
sebelum buah pecah secara alami dan
biji terlempar jauh, misal jarak
(Ricinus cornrnunis).
o
Tanaman yang pada saat panen
diambil buahnya, waktu
pengambilan sering dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada
buah seperti perubahan
tingkat kekerasan misal labu
merah (Cucurbita n~oscllata). Perubahan warna, misalnya asam
(Tarnarindus indica), kadar air buah, misalnya belimbing wuluh
(Averrhoa belimbi), jeruk
nipis (Citrui aurantifolia) perubahan
bentuk buah, misalnya
mentimun (Cucurnis sativus), pare
(Mornordica charantia).
o
Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya
pengambilan dilakukan pada saat
tanaman mengalami perubahan
pertumbuhan dari vegetatif ke
generatif. Pada saat itu penumpukan
senyawa aktif dalam kondisi
tinggi, sehingga mempunyai mutu yang
terbaik. Contoh tanaman yang diambil daun pucuk
ialah kumis kucing (Orthosiphon starnineus).
o
Tanaman yang
pada saat panen diambil
daun yang telah tua, daun yang diambil dipilih yang telah membuka
sempurna dan terletak di bagian cabang atau
batang yang menerima sinar
matahari sempurna. Pada daun
tersebut terjadi kegiatan
asimilasi yang sempurna. Contoh panenan
ini misal sembung (Blumea balsamifera).
o
Tanaman yang pada
saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan
pada saat tanaman telah
cukup umur. Agar pada saat
pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang musim kemarau.
o
Tanaman yang pada saat panen
diambil umbi lapis,
pengambilan dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan
pertumbuhan pada bagian di atas tanah berhenti misalnya bawang merah
(Allium cepa).
o
Tanaman
yang pada saat panen
diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan pada musim kering dengan tanda-tanda
mengeringnya bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan besar maksimum. Panen dapat
dilakukan dengan tangan, menggunakan alat atau menggunakan mesin.
Dalam ha1 ini keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia
yang benar, tidak tercampur dengan bagian
lain dan tidak merusak
tanaman induk. Alat atau mesin
yang digunakan untuk memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat
yang terbuat dari logam sebaiknya tidak digunakan bila
diperkirakan akan merusak senyawa aktif
siniplisia seperti fenol,
glikosida dan sebagainya.
3. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk
memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada
simplisia yang dibuat
dari akar suatu tanaman
obat, bahan-bahan asing
seperti tanah, kerikil,
rumput, batang, daun, akar
yang telah rusak, serta
pengotoran lainnya harus dibuang.
Tanah mengandung bermacam-macam
mikroba dalam jurnlah
yang tinggi, oleh
karena itu pembersihan simplisia dari
tanah yang terikut dapat
mengurangi jumlah mikroba awal.
4. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan
tanah dan pengotoran lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian
dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur atau air
PAM. Bahan simplisia yang
mengandung zat yang mudah larut
di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan
dalam waktu yang
sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978),
pencucian sayur-sayuran satu kali
dapat menghilangkan 25% dari
jumlah mikroba awal, jika dilakukan
pencucian sebanyak tiga
kali, jumlah mikroba yang
tertinggal hanya 42% dari
jumlah mikroba awal.
Pencucian tidak dapat membersihkan
simplisia dari semua mikroba
karena air pencucian
yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah
rnikroba awal simplisia. Misalnya jika
air yang digunakan untuk pencucian
kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan
simplisia dapat bertambah dan air
yang terdapat pada permukaan bahan tersebut
dapat menipercepat
pertumbuhan mikroba. Bakteri yang
umuln terdapat dalam air
adalah Pseudomonas,
Proteus,Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan
Escherishia. Pada simplisia akar, batang
atau buah dapat
pula dilakukan pengupasan kulit
luarnya untuk mengurangi jumlah
mikroba awal karena sebagian besar jumlah
mikroba biasanya terdapat
pada permukaan bahan
simplisia. Bahan yang telah
dikupas tersebut mungkin tidak
memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan
bersih.
5. Perajangan
Beberapa jenis
bahan simplisia perlu
mengalami proses perajangan. Perajangan
bahan simplisia dilakukan
untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan
penggilingan. Tanaman yang baru
diambil jangan langsung
dirajang tetapi dijemur dalam
keadaan utuh selama
1 hari. Perajangan dapat
dilakukan dengan pisau, dengan
alat mesin perajang
khusus sehingga diperoleh irisan
tipis atau potongan
dengan ukuran yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin
cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi
irisan yang terlalu
tipis juga dapat menyebabkan
berkurangnya atau hilangnya
zat berkhasiat yang mudah menguap. Sehingga
mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena
itu bahan simplisia seperti
temulawak, temu giring, jahe,
kencur dan bahan sejenis
lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis
untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.
Penjemuran sebelum perajangan
diperlukan untuk mengurangi
pewarnaan akibat reaksi
antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan
dengan sinar matahari selama
satu hari.
6. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk
mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi
enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang
masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media
pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya.Enzim tertentu dalam sel,masih dapat
bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan
simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang
masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak
terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni
proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang
segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan
dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk
menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat itu,
merendam bahan simplisia dengan etanol
70 % atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian selanjutnya
diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila
kadar air dalam
simplisia kurang dari 10%.
Pengeringan simplisia
dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1
yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan,
kelembaban udara, aliran udara, Waktu pengeringan dan luas permukaan bahan.
Pada pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan
bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh
simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara
pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face
hardening", yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya
masih basah. Hal ini dapat disebabkan
oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu
tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan
bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut,
sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya.
"Face hardening" dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di
bagian dalarn bahan yang dikeringkan.
Suhu pengeringan tergantung
kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat
dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak
melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan
panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya
300 sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi
tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga tekanan
kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia,cara
pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan menurun selama
berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai
cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada dasarnya
dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.
Ø Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif
yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dua cara
pengeringan :
a) Dengan panas sinar matahari langsung. Cara
ini dilakitkan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti
kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya,
dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan dengan sinar
matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan suatu cara yang mudah
dan murah, yang dilakukan dengan cara
membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka di atas tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol
sepertl suhu, kelembaban dan aliran udara. Dengan cara ini kecepatan
pengeringan sangat tergantung kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya
baik dilakukan di daerah yang udaranya
panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang
mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada
kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering.
F'IDC (Food Technology Development
Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat pengering dengan menggunakan
sinar matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada permukaan yang gelap
dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak
pengering yang diberi atap tembus cahaya
di atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan.
Alat ini telah digunakan untuk mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat pula
digunakan untuk mengeringkan simplisia.
b) Dengan diangin-anginkan dan tidak
dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini terutama digunakan untuk
mengeringkan bagian tanaman yang lunak
seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.
Ø Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika
melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat diatasi jika melakukan
pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat atau mesin pengering
yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip
pengeringan buatan adalah sebagai berikut:
“udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, mesin
disel atau listrik, udara panas
dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan
dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak pengering”. Dengan prinsip
ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan murah
dengan hasil yang cukup baik.
Dengan menggunakan pengeringan buatan
dapat diperoleh simplisia dengan mutu
yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa
dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan
waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran
dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar
air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh
simplisia dengan kadar air yang sama
dalam waktu 6 sampai 8 jam.
Daya
tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada
jenis simplisia, kadar airnya dan cara
penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat
tahan lama dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%,
sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan selama penyimpanan
dengan kadar air 10 sampai 12%.
7. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan
benda-benda asing seperti bagian-bagian
tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masill
ada dan tertinggal pada sirnplisia
kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk kernudian disimpan. Seperti halnya pada
sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan dengan atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk
rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus
dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang
tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.
8. Penyimpanan Dan Pengepakan
Sirnplisia dapat rusak, mundur
atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan dalam, antara lain :
·
Cahaya : Sinar dari panjang
gelombang tertentu dapat menimbulkan
perubahan kimiapada simplisia, misalnya isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dansebagainya.
·
Oksigen
udara :
Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami perubahan kimiawi oleh
pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi
dan perubahan ini dapatberpengaruh pada bentuk
simplisia, misalnya, yang semula cair dapatberubah menjadi kental atau
padat, berbutir-butir dan sebagainya.
·
Reaksi
kimia intern : Perubahan kimiawi
dalam simplisia yang dapat disebabkan
oleh reaksi kimia intern, misalnya oleh enzim,
polimerisasi, oto-oksidasi dansebagainya.
·
Dehidrasi : Apabila
kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka simplisia secaraperlahan-lahan akan
kehilangan sebagian airnya sehingga
rnakin lama makinmengecil (kisut).
·
Penyerapan
air :
Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila disimpan dalam wadah yang terbuka akan menyerap lengas udara sehingga menjadi kempal basahatau
mencair.
·
Pengotoran :
Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai sumber,misalnya debu atau pasir, ekskresi
hewan, bahan-bahan asing (misalnyaminyak yang tertumpah) dan fragmen wadah
(karung goni).
·
Serangga : Serangga
dapat menitnbulkan kerusakan dan pengotoran pada simplisia, baikoleh bentuk
ulatnya maupin oleh bentuk dewasanya.
Pengotoran tidak hanyaberupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa
metamorfosa seperti cangkangtelur, bekas kepompong, anyaman benang bungkus
kepompong, bekas kulitserangga dan sebagainya.
·
Kapang :
Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia dapatberkapang. Kerusakan yang timbul tidak
hanya terbatas pada jaringansimplisia, tetapi juga akan merusak susunan kimia zat yang dikandung danmalahan
dari kapangnya dapat mengeluarkan toksin
yang dapatmengganggu
VII. DAFTAR ALAT YANG DIPERLUKAN :
1)
Pisau
2)
Papan iris
3)
Nampan
4)
Timbangan
5)
Penggaris
6)
Baskom
VIII. DAFTAR BAHAN YANG DIPERLUKAN :
Kampheriae Rhizoma Segar
IX. HASIL PRAKTIKUM :
HARI KE -
|
HASIL PENGAMATAN
|
BERAT SIMPLISIA
|
KETERANGAN
|
I
|
Sebelum dirajang
Setelah dirajang
|
1 kg
990 g
|
|
II
|
Setelah dijemur
|
410 g
|
|
III
|
Setelah dijemur
|
320 g
|
|
IV
|
Setelah dijemur
|
290 g
|
|
V
|
Setelah dijemur
|
225 g
|
|
VI
|
Setelah dijemur
|
200 g
|
|
VII
|
Setelah dijemur
|
190 g
|
X. PENGEMASAN DAN PENANDAAN
1. Wadah Primer :Gelas
plastik
2. Wadah sekunder :Kardus
Mika
3. Etiket :
XI.
HARGA PEMBELIAN
Harga Kencur Segar / kg : Rp. 38.500
Harga beli kencur kering / 190 g : Rp 38.500
XII.
HARGA PENJUALAN :
Harga Kencur 150g :
Rp. 29.000
Harga Toples : Rp. 3000
Harga Kardus : Rp. 5000
Harga Upah : Rp 15.000+
Rp. 52.000
XIII.
CATATAN PELAKSANAAN :
1. Pembuatan wadah sekunder
2. Indonesia saat ini mengalami musim kemarau basah
yang menyebabkan tingkat kelembapan tinggi sehingga mempengaruhi proses
pengeringan simplisia
3. Pembuatan etiket sekunder
XIV.
LAMPIRAN
Pengambilan Kencur yang masih segar
Menimbang kencur sebanyak 1 Kg
Mencunci kencur hingga bersih tanpa merusak kencur
Mengukur kencur dan memotongnya
Kencur yang sudah dipotong sesuai ukuran yang di tentukan
Menimbang kembali
kencur yang sesudah di potong